Rabu, 15 September 2010

KURIKULUM

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KONSEP KURIKULUM”. Penulis menulis makalah ini dalam upaya pemenuhan tugas individu membahas topik-topik permasalahan yang ditugaskan dalam matakuliah Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Biologi.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis sedikit menghadapi hambatan yang dirasakan, dikarenakan materi konsep kurikulum yang akan dituangkan kedalam makalah ini begitu luas cakupanya, begitupula dengan para ilmuwannya sehingga banyaknya teori yang didapat. Namun karena semangat dari teman-teman sejawat penulis, serta bimbingan dari dosen pengampu matakuliah, alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari rekan-rekan pada umumnya, guna penyempurnaan makalah ini, insya Allah penulis akan menerima saran dan kritik dengan senang hati.
Akhirnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini, mudah-mudahan makalah ini ada guna dan manfaatnya. Amin.

Wassalam



Penulis.





BAB I PENDAHULUAN
    Kurikulum merupakan daerah studi yang cukup luas. Karena begitu banyaknya teori tentang kurikulum, sehingga banyak teori yang malah menimbulkan bencana, adapula yang menciptakan inovasi atau perubahan, pada dasar-dasar filosofis, ataupun pada konsep-konsep yang diambil dari ilmu perilaku manusia.
    Penekanan kepada isi kurikulum.Adalah strategi pengembangan yang lebih menekankan kepada isi, merupakan yang paling lama dan paling banyak dipakai , tetapi juga terus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan. Sebab-sebab yang mendorong pembaharuan ini bermacam-macam,yaitu:
1.    Pertama, karena didorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat
2.    Karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan
3.    Karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
    Faktor-faktor tersebut tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya dengan system institusi persekolahan, tetapi sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Pengaruhnya terhadap pengembangan kurikulum umpamanya, penguatan kembali nilai-nilai moral dan budaya memiliki andil yang lebih besar pada kumpulan ilmu pengetahuan masa lalu, orientasi kepada pekerjaan akan lebih banyak melihat ke masa depan, sedangkan titik tolak pada pandangan filosofis akan lebih menekankan pada disiplin-disiplin keilmuan.
    Penekanan pada situasi pendidikan.Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan lingkunganya. Tipe ini akan menghasilkan kurikulum berdasarkan situasi-situasi lingkungan Tujuanya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang menekankan situasi pendidikan akan sangat beraneka, bila dibandingkan dengan kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaian antara kurikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung.
    Penekanan pada organisasi. kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar-mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan dan banyak pertentangan, seperti halnya antara konsep system instruksional dan konspe pengajaran dari Bruner dan Jean Piaget, keduanya sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum tipe ini.
Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan organisasi dengan yang menekankan isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada si pelajar atau siswa. Dalam pembelajaran model instruksional, aktivitas siswa sangat ditekankan, tetapi aktivitas ini merupakan aktivitas yang telah dirancang secara ketat.
Kurikulum yang menekankan pada organisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Kurikulum yang menekankan organisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Kurikulum yang menekankan organisasi juga sukar untuk diukur, Secara teoritis penyusunan tes yang spesifik dapat dibuat, tetapi seperti yang telah dijelaskan, isi kurikulum tidak spesifik tujuannya dapat dicapai dengan cara yang berbeda-beda.
BAB II. KONSEP KURIKULUM
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp(1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell(1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll(1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988)mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1.    kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2.    kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3.    kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4.    kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
 Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me­nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem­purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3)   melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan sub­subteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char­ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengeta­huan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kuri­kulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian­penelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah­kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964 ) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (in­struction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsur­-unsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) kurikulum (curriculum theory),
(2) kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) kurikulum valuasional (valuational curriculum theory),
(4) kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory event theory) teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. is an essential aspect of curriculum formulation.
3. is an essential charactistic of curriculum.
4. guide instrcution
5. evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, pelaksanaan. adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga I angkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?

1. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi­potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchampmenegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education yang mewakill negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial­politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.


2. Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kuri­kulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) rekayasa kurikulum (curriculum engineering).Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) , unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.

Menurut Beauchamp,kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) merupakan dokumen tertulis,
(2) garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuan­tujuan kurikulum dapat dicapai.

Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
 Ø  Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasar­kan masukan dari pengalaman.
 Ø  Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsi­kan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.

Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

BAB III. KESIMPULAN
ü    Inovasi yang terjadi pada kurikulum mengacu pada 3 hal utama yaitu :
a.    Penekanan pada isi kurikulum
b.    Penekanan pada situasi pendidikan
c.    Penekanan pada organisasi
ü    Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah dan pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah. Atau sesuai dengan teori George A. Beauchamp(1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
ü    Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell(1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
ü    Akibat begitu banyaknya teori dan konsep maka perlu dilakukan suatu  akomodasi penyatuan konsep terhadap kurikulum, Hamid Hasan (1988)mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1.    kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2.    kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3.    kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4.    kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
ü    Sementara itu, Purwadi (2003)memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
ü    Jadi berdasarkan seluruh teori filosofis, maka kurikulum sendiri dibagi menjadi 3 jenis konsep yaitu:
1.    Kurikulum dipandang sebagai suatu substansi
2.    Kurikulum dipandang sebagai system
3.    Kurikulum dipandang sebagai bidang studi.

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA
 Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum teori dan praktek. Penerbit PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.
http://www.vandha.co.id/wordpress.com/TeoriKonsepKurikulum
http://www.google.com/ DefenisiKonsepKurikulum 
Nana Syaodih Sukmadinata, (1988), Prinsip Dan Landasan Pengembangan Kurikulum,Jakarta, Depdikbud, P2LPTK.

 Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum teori dan praktek. Penerbit PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.
 Zais, Robert S., (1976), Curriculum Principles and Foundation. New York, Harper & RowPublisher.

 Beauchamp, George A.(1975). Curriculum theory. Wilmette, Illinois: TheKAGG Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar